Kenapa aku butuh retret?
Aku tidak pernah mengira akan memilih menghilang dari notifikasi selama beberapa hari. Tapi akhir-akhir ini kepala rasanya penuh seperti inbox yang tidak pernah dibaca — cemas, susah tidur, dan mudah marah karena alasan kecil. Teman menyarankan retret alam, dan jujur aku sempat menolak: “Ah, aku kan bukan tipe yogi.” Namun ketika pesawat kecil batuk-batuk melewati bukit hijau dan aku menghirup udara yang bau tanah basah, sesuatu di dalamku menenangkan. Ada suara burung yang sepertinya sedang berdebat dengan angin, dan aku ketawa sendiri karena tiba-tiba perasaan lega itu anehnya seperti lupa password yang tiba-tiba teringat.
Apa yang kita lakukan di retret?
Retret yang aku ikuti bukan soal puncak pencapaian—bukan lomba siapa bisa duduk lotus paling lama. Jadwalnya sederhana: pagi dimulai dengan gerakan lembut, lalu sesi mindfulness, makan bersama, dan sore hari jalan hening di hutan. Teknik mindfulness yang diajarkan cukup ramah: napas kotak (empat hitung), body scan yang menjelajahi setiap sudut tubuh sampai aku sadar lutut kiriku masih kencang karena pernah menabrak meja saat SMA, dan walking meditation di mana aku belajar memperhatikan setiap langkah. Aku bahkan tersandung akar kecil dan langsung memikirkan drama sitcom dalam kepala—maaf tanah, aku nggak sengaja nge-prank kamu.
Pengajarannya bukan menghakimi, tapi mengajak mengamati. Satu latihan sederhana yang terus aku ingat: duduk, tutup mata, dengarkan suara selama satu menit tanpa memberi nama suara itu. Awalnya aku sebut “burung”, “angin”, “motor jauh”—lalu instruktur minta aku hanya mendengar, tanpa cerita. Sulit, dan lucu juga ketika aku menyadari betapa cepat otak ini ingin memasang subtitle pada setiap detik pengalaman.
Bagaimana hubungannya dengan hidup ramah bumi?
Di sini retret tidak hanya tentang “jadi tenang”, tapi juga tentang menumbuhkan rasa tanggung jawab kecil pada bumi. Makanannya sederhana—banyak sayur lokal, porsi yang pas, piring kompos yang lucu di pojok. Beberapa fasilitator bercerita tentang praktik eco-living: mengurangi plastik sekali pakai, menanam sayur di pot bekas, dan memanfaatkan listrik dari panel kecil. Saat kamu hidup lebih selaras dengan ritme alam—matahari, hujan, atau musim petik—kamu mulai merasakan gaya hidup yang tidak memaksa. Itu bukan mengurangi kenyamanan secara ekstrem, lebih ke memilih kenyamanan yang tidak membuatmu merasa bersalah tiap kali membuka kulkas.
Jika ingin tahu lebih jauh, aku menemukan sumber inspirasi dan informasi praktis di thegreenretreat —sebuah halaman yang menjelaskan filosofi retret ramah lingkungan dengan bahasa yang ramah juga.
Apa efeknya pada kesehatan mental?
Hasilnya bukan kilat yang mengubah hidupmu 180 derajat, tapi lebih seperti rem kecil yang membantu mobilmu melambat sebelum menikung. Tidurku membaik, aku jadi lebih jarang menunda tugas karena panik, dan yang mengejutkan: aku bisa menikmati kopi tanpa membuka email. Beberapa orang di retret menangis tanpa malu saat sesi berbagi—bukan karena sedih melulu, tapi karena lega bisa jujur. Ada juga momen konyol: aku mencoba meditasi sambil memegang daun, lalu daun itu jatuh, dan kami semua tertawa sampai meditasi terasa seperti komedi situasi.
Langkah kecil yang bisa kamu coba
Kalau retret penuh minggu terasa jauh, kamu bisa mulai dari yang kecil. Coba 10 menit pagi tanpa ponsel—cukup duduk di kursi, rasakan dada naik-turun. Jalan kaki singkat di taman tanpa podcast. Bikin kompos di dapur (bahkan plastik sayur bisa dihindari jika kamu beli di pasar tanpa bungkus). Ganti satu camilan kemasan dengan buah lokal. Semua perubahan kecil itu menumpuk, seperti tetes yang pada akhirnya mengisi ember besar ketenangan.
Aku pulang dari retret dengan secangkir tenang yang entah bagaimana masuk ke dalam tas kerja. Kadang aku lupa merawatnya, tapi tiap kali membuka tas dan mencium sampah rasa tanah—bukan bau sampah sebenarnya—aku diingatkan untuk bernafas. Retret bukan tempat pelarian selamanya, tapi pelajaran untuk membangun kebiasaan yang membuat hidup lebih ringan, untuk dirimu dan untuk bumi yang sudah berjasa besar menahan segala drama manusia.